12. Tambah pengetahuan Anda
“Seorang da’i harus mengetahui
berbagai persoalan agama, karena ia akan selalu menghadapi berbagai
persoalan agama dan penafsirannya yang dihadapi oleh para pendukungnya.
Disamping itu perlu juga memiliki wawasan fikir Islam, agar dapat
memandang semua persoalan dan kejadian dengan pandangan Islam dan
menghukumnya dengan kacamata Islam” (Musthafa Masyhur).
Sebagai murabbi, Anda jangan seperti jalan yang dilalui kendaraan. Artinya, Anda hanya dilalui mad’u Anda, karena pengetahuan Anda tertinggal dibandingkan mad’u. Mungkin pada awal halaqah, mad’u terkagum-kagum
dengan pengetahuan Anda, tapi lama kelamaan kekaguman itu hilang.
Mengapa? Karena pengetahuan Anda tidak bertambah. Mad’u hanya mendapatkan pengetahuan yang sama dari waktu ke waktu. Akhirnya, ia jadi bosan dan tidak antusias untuk halaqah karena suasana terlalu monoton. Mungkin ia akan lari dari Anda untuk mencari murabbi lain yang pengetahuannya lebih tinggi.
Oleh sebab itu, tambahlah terus menerus pengetahuan Anda, jika tidak ingin ditinggalkan mad’u (seperti
jalan yang dilalui kendaraan). Banyaklah membaca, berdiskusi, mengikuti
seminar, menghadiri forum-forum majelis ilmu, dan lain-lain. Tambahlah
pengetahuan Anda dalam berbagai bidang, terutama bidang agama dan
sosial. Juga tambahlah pengetahuan di bidang yang sesuai dengan potensi
Anda. Jika pengetahuan Anda tidak bertambah, Anda juga akan bosan
menghadiri halaqah karena harus mengulang-ulang materi yang sama.
13. Tambah pengalaman Anda
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum
kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul)” (QS. 3 : 137).
Semakin tinggi “jam terbang” Anda sebagai murabbi,
semakin ahli Anda membina. Pengalaman sangat dibutuhkan dalam membina.
Persis seperti profesi montir yang semakin terampil kalau berpengalaman.
Untuk mengakselarasi pengalaman Anda, sering-seringlah membaca buku
tentang cara membina halaqah (seperti membaca buku ini, misalnya) dan sering-seringlah berdiskusi antar sesama murabbi untuk tukar menukar pengalaman.
Jika Anda pernah gagal membina,
janganlah kecewa. Anggap itu sebagai pengalaman berharga. Pelajari
faktor-faktor kegagalannya untuk bekal membina di kemudian hari. Cobalah
terus membina walau sering gagal. Hindari rasa putus asa. Apalagi cepat
menyimpulkan bahwa Anda tidak berbakat membina gara-gara sering gagal.
Percayalah! Semakin sering Anda membina berbagai kelompok halaqah (walau
sering gagal), semakin terampil Anda membina. Kelak kegagalan Anda akan
semakin berkurang karena Anda semakin berpengalaman. Bahkan mungkin
suatu saat kelak Anda berhak mendapat gelar Ph.D (Pakar Halaqah dan Dakwah).
14. Katakan tidak tahu, jika memang tidak tahu
“…Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS. 33 : 72).
Bila mad’u menyampaikan
pertanyaan, terutama tentang hukum agama, yang Anda sendiri tak tahu
jawabannya, maka katakan saja secara jujur bahwa Anda tak tahu. Jangan sok tau untuk menjawab pertanyaan yang memang belum diketahui. Hal itu sama saja menjerumuskan mad’u pada
pengetahuan yang salah. Dan jika suatu ketika ia tahu jawaban Anda
salah, kredibilitas Anda di matanya akan jatuh. Lain kali, ia akan
ragu-ragu dengan jawaban Anda terhadap pertanyaan lain, walau jawaban
itu benar. Tsiqoh (kepercayaan)nya kepada Anda juga bisa goyah gara-gara Anda sok tau.
Percayalah! Jika Anda menjawab dengan
jujur bahwa Anda tak tahu, maka hal itu tidak akan menjatuhkan wibawa
Anda. Justru mereka akan simpati kepada Anda, karena Anda jujur dan
tidak sok tau. Mereka akan lebih simpati lagi jika Anda
kemudian mencoba mencari tahu jawaban pertanyaan tersebut dan kemudian
menyampaikannya kepada mereka pada pertemuan selanjutnya.
15. Jangan terlalu banyak bercanda
“Janganlah berbantah-bantahan dengan saudaramu dan jangan bersendau gurau dengannya (HR. Tirmidzi).
Murabbi mestinya dikesankan oleh mad’unya sebagai orang yang serius. Unsur serius harus melekat pada diri murabbi, karena murabbi adalah
pejuang Islam. Seorang pejuang Islam harus serius karena ia sedang
mengerjakan pekerjaan yang besar dan penting. Agar tampak serius, murabbi jangan terlalu banyak bercanda dengan mad’unya, baik di dalam atau di luar halaqah. Sebab hal itu akan memberi kesan sebaliknya, kesan sebagai pelawak, bukan pejuang Islam.
Namun, jangan juga Anda sampai dikesankan mad’u sebagai orang yang terlalu serius, bahkan mungkin kaku dan angker. Anda perlu dikesankan juga oleh mad’u sebagai orang yang ramah dan supel. Untuk itu, sesekali boleh juga Anda bercanda dengan mad’u. Bercanda itu seperti garam dalam makanan. Perlu ada, tapi jangan terlalu banyak.
16. Hapal beberapa ayat/hadits “favorit”
“Karenanya, al akh da’i harus selalu
bersemangat membekali diri dengan ilmunya, menghafalkan ajat-ayat
Qur’an dan hadist Rasul semampunya, selalu mentelaah sirah Nabawiyah dan
sejarah Islam. Di situ ia akan mendapatkan bekal bagus yang dapat
membantu dakwahnya” (Musthafa Masyhur).
Anda ingin menjadi murabbi yang
tampak kompeten? Hapalkan sebanyak mungkin ayat dan hadits. Namun, jika
Anda tak punya waktu untuk menghapal banyak ayat dan hadits, hapalkan
saja beberapa ayat dan hadits “favorit”. Yakni ayat dan hadits yang
sifatnya umum dan sering diungkap orang. Misalnya, surah 21 : 107, 3 :
85, 2 : 120, 2 : 108, hadits “ballighu ‘anni walau ayah, innamal a’malu bin niyyah, tholabul ilmi faridhotun ‘alal muslim, dan lain-lain.
Dengan menghapal ayat dan hadits “favorit” serta sering menyebutkannya di hadapan mad’u, Anda akan tampak lebih kompeten. Kekurangan Anda yang hanya hapal sedikit ayat/hadits akan tertutupi. Mad’u tak tahu bahwa Anda sebenarnya hanya punya hapalan yang itu-itu saja. Bahkan mungkin Anda sudah dipanggilnya dengan “ustadz”.
Suatu hal yang keliru, jika Anda jarang
menyebut ayat dan hadist dalam penyampaian materi Anda. Kredibilitas
Anda bisa berkurang, Anda mungkin dianggap mad’u kurang layak untuk membina mereka.
17. Berikan informasi eksklusif
“..Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman” (QS. 61 : 13).
Salah satu cara agar Anda cepat dipercaya mad’u adalah
memberikannya informasi yang menurutnya eksklusif (istimewa). Informasi
eksklusif dapat berupa informasi yang jarang diekspos media massa,
informasi yang diekspos media massa tapi Anda mendapatkan informasi
“bocoran” yang berbeda, informasi yang menurut mad’u adalah amniyah (padahal
tidak), informasi tentang diri Anda yang belum banyak diketahui orang
lain, dan informasi tentang rencana Anda terhadap halaqah atau terhadap diri mad’u.
Dengan memberikan informasi ekslusif, mad’u akan
merasa dipercaya oleh Anda, sehingga ia pun akan percaya dengan Anda.
Dari kepercayaan tersebut, ia akan lebih terbuka menyampaikan
permasalahannya kepada Anda, sehingga Anda dapat lebih cepat dan tepat
memahami mad’u. Pemahaman yang tepat terhadap mad’u akan memudahkan Anda dalam membinanya.
Namun perlu diingat, yang dinamakan informasi ekslusif bagi setiap mad’u bisa berbeda-beda. Bagi mad’u tertentu suatu informasi mungkin menurutnya eksklusif, tapi bagi mad’u lain mungkin tidak.
Selain itu, informasi eksklusif bukanlah informasi bohong (isyu). Jika informasi bohong yang Anda berikan, dan mad’u mengetahuinya, maka kredibilitas Anda akan turun. Bukan juga informasi eksklusif itu berupa informasi amniyah. Jika itu yang Anda lakukan berarti Anda telah melanggar amniyah.
18. Jangan mau dibayar
“Kalau bukan karena murid, guru
tidak akan mendapatkan pahala. Oleh karena itu, janganlah Anda meminta
upah kecuali dari Allah ta’ala, sebagaimana firman Allah mengisahkan Nuh
as, “Wahai kaumku. Aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai
upah) bagi seruanku. Upahku hanya dari Allah” (QS. 11 : 29) (Imam Al
Ghazali).
Murabbi beda dengan penceramah (ustadz). Jika murabbi berperan sebagai pembina (orang tua, sahabat, guru, dan pemimpin) bagi mad’u, penceramah lebih berperan sebagai guru (ustadz) saja. Hubungan murabbi dengan mad’u sangat dekat dan berlangsung lama. Sebaliknya hubungan penceramah dengan mad’u jauh,
bahkan mungkin tidak saling mengenal, dan sifatnya sementara. Karena
itu, penceramah boleh mendapat honor ceramah. Sebaliknya, murabbi tidak boleh! Mengapa? Jika murabbi menerima bayaran (honor) dari mad’u dapat dipastikan sikapnya akan sulit obyektif dan sulit bersikap asertif kepada mad’u. Jika mad’u berbuat salah, ia akan sulit bersikap tegas karena kuatir mad’u tersinggung dan “mogok” membayar. Sebaliknya, mad’u juga akan meremehkan murabbi karena merasa membayarnya. Jika ditegur murabbi, mungkin ia berkata (dalam hati), “urusan apa Anda menegur saya. Bukankah kamu saya yang bayar?”.
Jika murabbi dibayar, hubungan murabbi sebagai qiyadah (pemimpin dakwah) dan mad’u sebagai jundi (tentara
dakwah) juga akan sulit terealisir. Karena hubungan mereka bukan
berdasarkan kesadaran dan keikhlasan untuk mengikat diri dalam amal jamai’ (aktivitas bersama), tapi berdasarkan pamrih (membayar dan dibayar).
19. Berikan keteladanan dengan kesederhanaan
“Pada hari dipanaskan emas perak itu
dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan
punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu
yag kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat
dari) apa yang kamu simpan itu” (QS. 9 : 35).
Keteladanan adalah cara ampuh mempengaruhi orang lain. Karena itu, jadikan keteladanan sebagai senjata utama mempengaruhi mad’u.
Dari sekian banyak keteladanan yang perlu Anda lakukan, maka sikap
sederhana merupakan pilar utamanya. Kenapa? Sebab sikap sederhana sangat
efektif untuk membuat orang menaruh rasa hormat kepada pelakunya.
Sebaliknya, bermewah-mewahan membuat orang iri dan benci kepada
pelakunya. Orang yang suka bermewahan identik dengan orang yang egois
dan tidak solider terhadap penderitaan orang lain.
Jika Anda sebagai murabbi hidup bermewahan, sulit bagi mad’u percaya bahwa Anda serius memperjuangkan nasib umat. Namun jika Anda bersahaja, mad’u akan
percaya bahwa Anda tidak memperjuangkan diri sendiri. Mereka akan
hormat dan segan dengan Anda. Apalagi jika mereka tahu, Anda sebenarnya
dapat hidup mewah, kalau mau. Kesederhanaan merupakan daya magnet yang
sangat kuat mempengaruhi orang lain. Inilah yang dilakukan Rasulullah
saw ketika mempengaruhi orang lain, sehingga orang berbondong-bondong
masuk ke dalam Islam.
20. Hati-hati dalam berpendapat
“Ucapkanlah perkataan kalian, tetapi jangan sampai syetan memperdaya kalian” (HR. Abu Daud).
Hati-hati dalam berpendapat, sebab suara Anda sangat diperhatikan mad’u. Hal ini terutama jika mad’u sudah tsiqoh (percaya)
dengan Anda. Sebelum berpendapat, pikirkan dahulu dengan matang apa
yang akan Anda utarakan. Pikirkan juga dampak pendapat Anda terhadap mad’u. Jangan ceplas ceplos. Ngomong dulu
baru mikir. Hal ini berbahaya, jika pendapat Anda salah. Pendapat yang
salah, bukan hanya mengurangi kredibilitas Anda sebagai murabbi, tapi juga dapat menjerumuskan
mad’u pada kesalahan. Sebagai contoh, mad’u Anda
bertanya kepada Anda tentang bagaimana sikap kita terhadap orang kafir.
Lalu Anda dengan tegas mengatakan bahwa mereka harus dimusuhi. Mad’u akan
mengambil pendapat Anda sebagai pegangan baginya dalam pergaulan.
Setiap bertemu orang kafir ia akan memusuhinya. Padahal tidak semua
orang kafir perlu dimusuhi. Ada kriteria dan batasannya. Namun karena
Anda tidak merinci pendapat Anda ketika mad’u menanyakannya, mad’u menerapkannya untuk segala situasi. Inilah contoh, jika murabbi kurang hati-hati berpendapat. Karena itu, bijaksanalah dalam berpendapat.
Anda perlu memahami kapan saatnya
berpendapat yang memerlukan rincian, kapan yang tidak, kapan juga
mengatakan tidak tahu, dan kapan mengatakan tahu dengan tegas.
Dalam kasus lain, jika Anda ragu-ragu dengan pendapat Anda sendiri, sampaikan hal itu kepada mad’u sehingga
ia tahu bahwa pendapat Anda itu belum final. Atau katakan padanya
dengan pendapat yang global. Tidak terlalu spesifik. Misalnya, mad’u bertanya tentang siapa sebaiknya yang menjadi pembicara dalam seminar yang diadakan oleh halaqah.
Anda tidak tahu atau ragu menunjuk siapa nama yang cocok untuk seminar
tersebut, maka katakan padanya bahwa pembicaranya bisa siapa saja yang
penting cocok dengan tema seminar tersebut. Jawaban yang global ini
untuk menjaga agar Anda tidak disalahkan oleh mad’u, jika kelak pendapat Anda ternyata salah atau kurang tepat.
21. Manfaatkan keterampilan khusus Anda
“..dan Dia meninggikan sebagian kamu
atas sebagian yang lain beberapa derajat,untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu…” (QS. 6 : 165)
Anda bisa menyanyi? Anda bisa berpantun
ria? Anda bisa melukis, melawak, bermain sulap, menulis atau melakukan
hal-hal yang unik? Jika Anda memiliki keterampilan khusus (yang tidak
bertentangan dengan syar’i), gunakan itu untuk menarik perhatian mad’u.
Misalnya, jika suara Anda merdu, mengapa tidak menyanyi nasyid atau
bersholawat di tengah-tengah penyampaian materi Anda? Hal itu bukan saja
menjadi selingan yang menarik, tapi juga dapat menggugah kesadaran mad’u lebih baik lagi. Mad’u akan
respek dengan Anda karena Anda memiliki keterampilan khusus yang
mungkin tidak dimilikinya. Ia juga akan mendapatkan wawasan dan
pengalaman baru dari keterampilan Anda. Karena itu, carilah dan
manfaatkanlah kelebihan khusus Anda untuk menambah kredibilitas dan
menarik simpati mad’u.
Sebenarnya, setiap orang memiliki
kelebihan khusus. Sayangnya kelebihan tersebut sering tidak dimanfaatkan
oleh orang itu sendiri. Mungkin karena ia tidak tahu apa kelebihannya,
mungkin tahu tapi bingung memanfaatkannya, atau mungkin malu
memperlihatkannya kepada orang lain.
22. Jaga bau badan Anda
“Rasulullah saw menyukai wewangian dan membenci bau yang tidak sedap” (Imam Al Ghazali).
Pernah tidak Anda berdekatan dengan orang yang bau badannya nggak enak?
Bagaimana rasanya? Anda tentu merasa terganggu bukan? Bahkan boleh jadi
Anda jadi sulit konsentrasi. Nah….kalau yang bau badan itu adalah Anda
sebagai murabbi, bagaimana dampaknya bagi mad’u? Di dalam halaqah, bau badan seseorang lebih cepat tercium karena jaraknya berdekatan. Mad’u akan
sulit konsentrasi jika bau badan Anda tidak enak (apalagi menyengat).
Ia juga akan menilai Anda sebagai orang yang kurang peduli terhadap
kebersihan. Bahkan lebih jauh ia bisa menilai Anda jarang mandi!
Sayangnya, seringkali orang yang bau badannya menganggu itu tidak menyadarinya, sehingga ia cuek saja.
Padahal bau badan, yang kelihatannya sepele itu, dapat menjadi
persoalan besar. Pernah ada iklan di teve, tentang seorang atlit yang
tidak jadi diwawancarai wartawan karena bau badannya mengganggu. Nah
jelaskan? Bau badan bisa menjadi persoalan besar. Karena itu,
instrospeksi bau badan Anda. Hilangkan bau badan Anda dengan mandi dan
memakai deodorant atau penghilang bau badan. Jika setelah memakai deodorant, bau badan Anda tetap tidak enak, konsultasikan ke dokter. Mungkin ada gangguan kesehatan dalam tubuh Anda.
23. Hati-hati dengan bau mulut Anda
”Rasulullah saw tidak makan bawang merah, bawang putih, dan jenis makanan yang berbau tidak sedap” (Imam Al Ghazali).
Selain bau badan, mulut juga perlu dijaga agar tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap. Mulut yang bau akan membuat mad’u enggan
berdekatan dengan Anda. Bau mulut juga menujukkan ketidakpedulian
terhadap kesehatan dan kebersihan. Sama seperti bau badan, seringkali
orang yang bau mulutnya tidak sedap kurang menyadarinya.
Jagalah bau mulut Anda agar terhindar
dari bau yang tidak sedap dengan menggosok gigi, memakai obat pengharum
mulut dan memperhatikan apa yang Anda makan. Anda perlu menghindari
makanan yang dapat membuat mulut berbau tidak sedap sebelum bertemu mad’u, terutama sebelum mengisi halaqah.
Misalnya, menghindari makan pete, jengkol, bawang putih, makanan yang
berbau amis, dan lain-lain. Nabi Muhammad saw juga memperhatikan bau
mulut. Misalnya, dalam sebuah Hadits, Nabi melarang orang yang habis
makan bawang putih pergi ke masjid untuk sholat jama’ah sebelum baunya
hilang.
24. Jangan banyak mengeluh di depan peserta (selalu terlihat optimis)
“Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah…” (QS. 70 : 19-20).
Jika Anda terlihat sering mengeluh di depan mad’u,
maka mereka akan pergi dari Anda. Orang tidak suka dengan mereka yang
suka mengeluh. Baik mengeluh tentang keadaan dirinya, orang lain, atau
situasi sekitarnya. Misalnya, mengeluhkan tentang keadaan dirinya yang
banyak kekurangan, mengeluhkan tentang orang lain yang menyakiti
dirinya, mengeluhkan kondisi sekarang yang sulit mencari uang, dan
lain-lain. Hal ini wajar, sebab orang yang suka mengeluh menunjukkan
orang tersebut frustasi, gagal dan pesimis terhadap masa depan. Ingat!
Anda adalah murabbi, yang ingin merubah orang lain ke masa
depan yang lebih baik.
Sebelum Anda merubah orang lain ke arah yang
lebih baik, Anda sendiri harus optimis bahwa masa depan Anda lebih baik.
Optimis juga bahwa apa yang Anda bawa (dakwah) juga akan sukses.
Rasullullah saw berhasil dalam dakwah karena ia orang yang optimis. Ia
juga berhasil menularkan jiwa optimisnya kepada para sahabatnya,
sehingga mereka optimis juga. Sejarah akhirnya membuktikan barisan orang
optimis itu berhasil mengalahkan berbagai rintangan untuk menuju
cita-citanya, yakni kejayaan Islam.
Jika pun Anda ingin mengeluh,
mengeluhlah kepada orang-orang tertentu saja yang dapat dipercaya
(misalnya suami/isteri, sahabat, orang tua, murabbi). Jangan banyak mengeluh kepada mad’u (kecuali
sesekali). Anda harus lebih sering terlihant optimis. Sebab Anda adalah
pemimpin bagi mereka. Pemimpin pantang banyak mengeluh di depan orang
yang dipimpinnya!
25. Penuhilah janji Anda
“..sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungan jawabnya” (QS. 17 : 34).
Penuhilah janji Anda, jika Anda berjanji. Jika Anda melanggar janji berarti Anda melakukan “penarikan”. Maksudnya, Anda membuat mad’u kecewa
dan tidak simpati kepada Anda. Melanggar janji juga merupakan tanda
orang yang kurang dewasa dan munafik. Karena itu, jika Anda ragu untuk
memenuhi janji, maka janganlah Anda berjanji. Apalagi terlalu sering
“mengobral” janji hanya karena ingin memberi harapan kepada mad’u.
Mungkin, Anda berpikir pelanggaran janji Anda akan dimaklumi mad’u, karena Anda banyak membantu mereka. Namun jika Anda sering melanggar janji, mad’u lama
kelamaan juga akan kecewa dan tidak simpati lagi kepada Anda. Dampak
selanjutnya, jika Anda berjanji lagi, dan Anda betul-betul akan
memenuhinya, mad’u tidak akan percaya lagi, karena Anda dianggapnya pembohong (orang yang suka melanggar janji).
26. Jangan menjelek-jelekkan mad’u di depan mad’u lai
“Tahuah kalian apa itu ghibah?’
Mereka menjawab, Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Nabi saw
bersabda: “Kamu menyebut saudaramu dengan hal yang tidak disukainya.”
Ditanyakan, “Bagaimana jika apa yang aku katakana itu ada pada diri
saudaraku itu?” Nabi saw menjawab: “Jika apa yang kau katakan itu ada
pada dirinya maka sungguh kamu telah meggunjingnya, dan jika tidak ada
pada dirinya maka sungguh kamu telah menyebutkan hal yang dusta tentang
dirinya” (HR. Muslim).
Jika Anda merasa kecewa atau kesal dengan mad’u, maka jangan Anda jelek-jelekkan ia di depan mad’u lain. Misalnya, ketika ia tidak hadir di halaqah, Anda mengaitkan ketidakhadirannya dengan perilakukanya yang tidak Anda senangi. Anda menyampaikan hal itu di depan halaqah. Hal ini, selain termasuk ghibah yang dilarang Islam, juga dapat membuat mad’u yang dijelek-jelekkan menjadi antipati terhadap Anda. Mad’u yang mendengar Anda menjelek-jelekkan mad’u lain juga akan merasa murabbinya suka ghibah. Mereka akan berpikir bahwa jika mereka tidak disenangi murabbi pasti akan diperlakukan sama dengan dijelek-jelekkan di depan mad’u lain. Jika mad’u yang mendengar Anda mengghibah mad’u lain setuju dengan pendapat Anda, mereka akan menjaga jarak dengan mad’u tersebut. Akhirnya, hubungan antar mad’u menjadi renggang. Hubungan Anda dengan mad’u yang Anda jelek-jelekkan juga menjadi kurang harmonis.
Karena itu, jika Anda kurang suka dengan perilaku mad’u,
lebih baik Anda dekati ia, lalu bicarakan ketidaksukaan Anda secara
empat mata dengannya. Hal ini lebih baik dampaknya dan lebih membuat mad’u respek dengan Anda. Jika ada mad’u yang mencoba memancing Anda untuk menjelek-jelekan mad’u lain, maka janganlah terpancing. Lebih baik Anda diam. Atau malah menegurnya karena telah melakukan ghibah.
27. Jangan suka mengumbar kemarahan
“Siapakah yang kalian anggap
perkasa?’ Kami menjawab: “Orang yang tidak bisa dikalahkan oleh
siapapun.” Nabi saw bersabda: “Bukan itu, tetapi orang yang dapat
mengendalikan dirinya pada saat marah” (HR. Muslim).
Murabbi yang baik adalah murabbi yang tidak mengumbar kemarahan. Ingat! Anda bukan mandor yang tugasnya ngomel melulu.
Namun Anda adalah pembina yang mengajak orang lain ke arah Islam.
Seorang pembina tentu saja perlu mendidik anak didiknya secara lemah
lembut dan tanpa paksaan. Lebih suka menggunakan bahasa sindiran atau
pertanyaan, jika menegur, daripada mengumbar kemarahan.
Mengumbar kemarahan hanya akan membuat Anda tampak tak berwibawa di hadapan mad’u.
Selain itu juga mencerminkan kekerdilan jiwa. Jika pun ingin marah,
marahlah dengan bahasa non verbal (bahasa tubuh), misalnya dengan wajah
yang memerah, pandangan mata yang menunjukkan ketidaksenangan, atau
tangan yang terkepal. Bersamaan dengan itu, bahasa verbal Anda tetap
terkendali dan lembut, tapi dengan tekanan kata-kata yang membekas pada
perasaan.
Hal yang juga perlu dingat, jangan sekali-kali Anda mengumpat atau mencaci mad’u. Hal itu sama sekali tak baik. Nabi Muhammad sendiri tak pernah mencontohkannya.
Bagaimana jika mad’u tetap tidak mengerti dengan teguran secara halus? Apakah sebagai murabbi kita
harus marah dengan mengumpatnya? Jawabannya, tidak! Kita tetap tidak
boleh mengumpatnya. Kita harus sabar dan tetap lemah lembut
menasehatinya. Pepatah mengatakan, “Angin yang lembut dapat membuat
orang tertidur, angin yang keras dapat membuat orang terlempar”.
Artinya, kata-kata yang lembut dapat membuat orang lama kelamaan menjadi
sadar. Sebaliknya, kata-kata yang keras dapat membuat orang tersinggung
dan akhirnya pergi meninggalkan kita.
28. Jangan tegur mad’u di depan umum
“Semua umatku dimaafkan kecuali orang yang blak-blakan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jangan suka menegur mad’u di depan umum, termasuk di depan mad’u yang lain. Ini adalah salah satu tips untuk membuat mad’u hormat kepada Anda. Sebaliknya, jika Anda sering mengumbar teguran di depan umum, maka mad’u akan merasa dipermalukan oleh Anda. Ia tidak akan respek dengan Anda. Menegur mad’u di depan umum juga tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw sebagai teladan utama kita.
Hal yang lebih baik jika Anda menegur mad’u secara
empat mata. Selain membuat ia merasa tidak dipermalukan, ia juga akan
lebih mendengarkan teguran Anda. Karena ia menganggap Anda
memperhatikannya dan mau menegurnya dengan cara terhormat.
0 komentar:
Posting Komentar