Kamis, 21 Juni 2012

Halal Haram dalam Pakaian dan Perhiasan

Yusuf Al Qardhawi


Pengantar
Islam memperkenankan kepada setiap Muslim, bahkan menyuruh supaya geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah.
Adapun tujuan pakaian dalam pandangan Islam ada dua macam; yaitu, guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian dan perhiasan, kiranya mereka mau mengaturnya sendiri.
Maka berfirmanlah Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai anak-cucu Adam! Sungguh Kami telah menurunkan untuk kamu pakaian yang dapat menutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan.” (Al A’raf: 26)
Barangsiapa yang mengabaikan salah satu dari dua perkara di atas, yaitu berpakaian untuk menutup aurat atau berhias, maka sebenarnya orang tersebut telah menyimpang dari ajaran Islam dan mengikuti jejak syaitan. Inilah rahasia dua seruan yang dicanangkan Allah kepada umat manusia, sesudah Allah mengumandangkan seruanNya yang terdahulu itu, dimana dalam dua seruanNya itu Allah melarang keras kepada mereka telanjang dan tidak mau berhias, yang justru keduanya itu hanya mengikuti jejak syaitan belaka.
Untuk itulah maka Allah berfirman: “Hai anak-cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh syaitan, sebagaimana mereka telah dapat mengeluarkan kedua orang tuamu (Adam dan Hawa) dari sorga, mereka dapat menanggalkan pakaian kedua orang tuamu itu supaya kelihatan kedua auratnya.” (Al A’raf: 27)
“Hai anak-cucu Adam! Pakailah perhiasanmu di tiap-tiap masjid dan makanlah dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan (boros).” (Al A’raf: 31)
Islam mewajibkan kepada setiap Muslim supaya menutup aurat, dimana setiap manusia yang berbudaya sesuai dengan fitrahnya akan malu kalau auratnya itu terbuka. Sehingga dengan, demikian akan berbedalah manusia dari binatang yang telanjang.
Seruan Islam untuk menutup aurat ini berlaku bagi setiap manusia, kendati dia seorang diri terpencil dari masyarakat, sehingga kesopanannya itu merupakan kesopanan yang dijiwai oleh agama dan moral yang tinggi.
Bahaz bin Hakim dari ayahnya dari datuknya menceriterakan: kata datuknya itu, “Ya, Rasulullah! Aurat kami untuk apa harus kami pakai, dan apa yang harus kami tinggalkan?”
Jawab Nabi, “Jagalah auratmu itu kecuali terhadap isterimu atau hamba sahayamu.”
Aku bertanya lagi: “Ya, Rasulullah! Bagaimana kalau suatu kaum itu bergaul satu sama lain?”
Jawab Nabi, “Kalau kamu dapat supaya tidak seorang pun yang melihatnya, maka janganlah dia melihat.”
Aku bertanya lagi: “Bagaimana kalau kami sendirian?’ Jawab Nabi, ‘Allah tabaraka wa Ta’ala, lebih berhak (seseorang) malu kepadaNya.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi)
Islam Agama Bersih dan Cantik
Sebelum Islam mencenderung kepada masalah perhiasan dan gerak yang baik, terlebih dahulu Islam mengerahkan kecenderungannya yang lebih besar kepada masalah kebersihan adalah merupakan dasar pokok bagi setiap perhiasan yang baik dan pemandangan yang elok.
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah Subhanahu wa Ta’ala pernah bersabda sebagai berikut:
“Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (Riwayat Ibnu Hibban)
Dan sabdanya pula:
“Kebersihan itu dapat mengajak orang kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke sorga.” (Riwayat Thabarani)
Rasulullah Subhanahu wa Ta’ala sangat menekankan tentang masalah kebersihan pakaian, badan, rumah dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, yaitu tentang kebersihan gigi, tangan dan kepala.
Ini bukan suatu hal yang mengherankan, karena Islam telah meletakkan suci (bersih) sebagai kunci bagi peribadatannya yang tertinggi yaitu shalat. Oleh karena itu tidak akan diterima sembahyangnya seorang Muslim sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu’.
Kalau suasana bangsa Arab itu dikelilingi oleh suasana pedesaan padang pasir di mana orang-orangnya atau kebanyakan mereka itu telah merekat dengan meremehkan urusan kebersihan dan berhias, maka Nabi Muhammad Subhanahu wa Ta’ala waktu itu memberikan beberapa bimbingan yang cukup dapat membangkitkan, serta nasehat-nasehat yang jitu, sehingga mereka naik dari sifat-sifat primitif menjadi bangsa modern dan dari bangsa yang sangat kotor menjadi bangsa yang cukup necis.
Pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, rambut dan jenggotnya morat-marit tidak terurus, kemudian Nabi mengisyaratkan, seolah-olah memerintah supaya rambutnya itu diperbaiki, maka orang tersebut kemudian memperbaikinya, dan setelah itu dia kembali lagi menghadap Nabi.
Maka kata Nabi:
“Bukankah ini lebih baik daripada dia datang sedang rambut kepalanya morat-marit seperti syaitan?” (Riwayat Malik)
Dan pernah juga Nabi melihat seorang laki-laki yang kepalanya kotor sekali.
Maka sabda Nabi:
“Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dengan itu dia dapat meluruskan rambutnya?”
Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakaiannya kotor sekali, maka apa kata Nabi:
“Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat dipakai mencuci pakaiannya?” (Riwayat Abu Daud)
Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, pakaiannya sangat menjijikkan, maka tanya Nabi kepadanya:
“Apakah kamu mempunyai uang?” Orang tersebut menjawab: “Ya! saya punya” Nabi bertanya lagi. “Dari mana uang itu?” Orang itupun kemudian menjawab: “Dari setiap harta yang Allah berikan kepadaku.” Maka kata Nabi: “Kalau Allah memberimu harta, maka sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmatNya yang diberikan kepadamu dan bekas kedermawananNya itu.” (Riwayat Nasa’i)
Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari berkumpul, misalnya: Pada hari Jum’at dan Hari raya. Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda:
“Sebaiknyalah salah seorang di antara kamu –jika ada rezeki– memakai dua pakaian untuk hari Jum’at, selain pakaian kerja.” (Riwayat Abu Daud)

0 komentar:

Posting Komentar