Pengantar
Islam memperkenankan kepada setiap
Muslim, bahkan menyuruh supaya geraknya baik, elok dipandang dan
hidupnya teratur dengan rapi untuk menikmati perhiasan dan pakaian yang
telah dicipta Allah.
Adapun tujuan pakaian dalam pandangan
Islam ada dua macam; yaitu, guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah
merupakan pemberian Allah kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah
telah menyediakan pakaian dan perhiasan, kiranya mereka mau mengaturnya
sendiri.
Maka berfirmanlah Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Hai
anak-cucu Adam! Sungguh Kami telah menurunkan untuk kamu pakaian yang
dapat menutupi aurat-auratmu dan untuk perhiasan.” (Al A’raf: 26)
Barangsiapa yang mengabaikan salah satu
dari dua perkara di atas, yaitu berpakaian untuk menutup aurat atau
berhias, maka sebenarnya orang tersebut telah menyimpang dari ajaran
Islam dan mengikuti jejak syaitan. Inilah rahasia dua seruan yang
dicanangkan Allah kepada umat manusia, sesudah Allah mengumandangkan
seruanNya yang terdahulu itu, dimana dalam dua seruanNya itu Allah
melarang keras kepada mereka telanjang dan tidak mau berhias, yang
justru keduanya itu hanya mengikuti jejak syaitan belaka.
Untuk itulah maka Allah berfirman: “Hai
anak-cucu Adam! Jangan sampai kamu dapat diperdayakan oleh syaitan,
sebagaimana mereka telah dapat mengeluarkan kedua orang tuamu (Adam dan
Hawa) dari sorga, mereka dapat menanggalkan pakaian kedua orang tuamu
itu supaya kelihatan kedua auratnya.” (Al A’raf: 27)
“Hai anak-cucu Adam! Pakailah
perhiasanmu di tiap-tiap masjid dan makanlah dan minumlah tetapi jangan
berlebih-lebihan (boros).” (Al A’raf: 31)
Islam mewajibkan kepada setiap Muslim
supaya menutup aurat, dimana setiap manusia yang berbudaya sesuai dengan
fitrahnya akan malu kalau auratnya itu terbuka. Sehingga dengan,
demikian akan berbedalah manusia dari binatang yang telanjang.
Seruan Islam untuk menutup aurat ini
berlaku bagi setiap manusia, kendati dia seorang diri terpencil dari
masyarakat, sehingga kesopanannya itu merupakan kesopanan yang dijiwai
oleh agama dan moral yang tinggi.
Bahaz bin Hakim dari ayahnya dari
datuknya menceriterakan: kata datuknya itu, “Ya, Rasulullah! Aurat kami
untuk apa harus kami pakai, dan apa yang harus kami tinggalkan?”
Jawab Nabi, “Jagalah auratmu itu kecuali terhadap isterimu atau hamba sahayamu.”
Aku bertanya lagi: “Ya, Rasulullah! Bagaimana kalau suatu kaum itu bergaul satu sama lain?”
Jawab Nabi, “Kalau kamu dapat supaya tidak seorang pun yang melihatnya, maka janganlah dia melihat.”
Aku bertanya lagi: “Bagaimana kalau kami
sendirian?’ Jawab Nabi, ‘Allah tabaraka wa Ta’ala, lebih berhak
(seseorang) malu kepadaNya.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu
Majah, Hakim dan Baihaqi)
Islam Agama Bersih dan Cantik
Sebelum Islam mencenderung kepada
masalah perhiasan dan gerak yang baik, terlebih dahulu Islam mengerahkan
kecenderungannya yang lebih besar kepada masalah kebersihan adalah
merupakan dasar pokok bagi setiap perhiasan yang baik dan pemandangan
yang elok.
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah Subhanahu wa Ta’ala pernah bersabda sebagai berikut:
“Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (Riwayat Ibnu Hibban)
Dan sabdanya pula:
“Kebersihan itu dapat mengajak orang kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke sorga.” (Riwayat Thabarani)
Rasulullah Subhanahu wa Ta’ala sangat
menekankan tentang masalah kebersihan pakaian, badan, rumah dan
jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, yaitu tentang kebersihan gigi,
tangan dan kepala.
Ini bukan suatu hal yang mengherankan,
karena Islam telah meletakkan suci (bersih) sebagai kunci bagi
peribadatannya yang tertinggi yaitu shalat. Oleh karena itu tidak akan
diterima sembahyangnya seorang Muslim sehingga badannya bersih,
pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini
belum termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau
pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan
dengan mandi dan wudhu’.
Kalau suasana bangsa Arab itu
dikelilingi oleh suasana pedesaan padang pasir di mana orang-orangnya
atau kebanyakan mereka itu telah merekat dengan meremehkan urusan
kebersihan dan berhias, maka Nabi Muhammad Subhanahu wa Ta’ala waktu itu
memberikan beberapa bimbingan yang cukup dapat membangkitkan, serta
nasehat-nasehat yang jitu, sehingga mereka naik dari sifat-sifat
primitif menjadi bangsa modern dan dari bangsa yang sangat kotor menjadi
bangsa yang cukup necis.
Pernah ada seorang laki-laki datang
kepada Nabi, rambut dan jenggotnya morat-marit tidak terurus, kemudian
Nabi mengisyaratkan, seolah-olah memerintah supaya rambutnya itu
diperbaiki, maka orang tersebut kemudian memperbaikinya, dan setelah itu
dia kembali lagi menghadap Nabi.
Maka kata Nabi:
“Bukankah ini lebih baik daripada dia datang sedang rambut kepalanya morat-marit seperti syaitan?” (Riwayat Malik)
Dan pernah juga Nabi melihat seorang laki-laki yang kepalanya kotor sekali.
Maka sabda Nabi:
“Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dengan itu dia dapat meluruskan rambutnya?”
Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakaiannya kotor sekali, maka apa kata Nabi:
“Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat dipakai mencuci pakaiannya?” (Riwayat Abu Daud)
Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, pakaiannya sangat menjijikkan, maka tanya Nabi kepadanya:
“Apakah kamu mempunyai uang?” Orang
tersebut menjawab: “Ya! saya punya” Nabi bertanya lagi. “Dari mana uang
itu?” Orang itupun kemudian menjawab: “Dari setiap harta yang Allah
berikan kepadaku.” Maka kata Nabi: “Kalau Allah memberimu harta, maka
sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmatNya yang diberikan
kepadamu dan bekas kedermawananNya itu.” (Riwayat Nasa’i)
Masalah kebersihan ini lebih ditekankan
lagi pada hari-hari berkumpul, misalnya: Pada hari Jum’at dan Hari raya.
Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda:
“Sebaiknyalah salah seorang di
antara kamu –jika ada rezeki– memakai dua pakaian untuk hari Jum’at,
selain pakaian kerja.” (Riwayat Abu Daud)
0 komentar:
Posting Komentar