Tradisi lompat batu (fahombo) telah ada di Nias sejak ratusan tahun yang lalu, dan terus dipertahankan hingga saat ini.
Salah satu desa yang masih mempunyai tradisi lompat batu adalah Desa
Bawomataluo. Seorang anak yang menjadi guide saya menjelaskan artinya,
yaitu bukit matahari. Memang, desa ini terletak di atas bukit setinggi
kurang lebih 270an meter dan jalan yang membelah desa ini segaris dengan
perjalanan matahari, dari timur ke barat.
Rumah-rumah di desa ‘Bukit Matahari’ masih berbentuk tradisional.
Walaupun, beberapa diantaranya sudah ‘terintervensi’ atap seng.
Rumah-rumah tersebut berjejer teratur dengan bentuk yang hampir sama.
Di tengah desa, di depan rumah
Raja, berdiri batu hampir setinggi tiga meter dengan lebar sekitar
setengah meter. Nah, di batu inilah para pemuda desa unjuk kebolehan
melompatinya.
Dahulu kala, tradisi lompat batu dimaksudkan untuk melatih fisik para
pemuda desa sebelum berperang. Latihan fisik tersebut berguna agar dapat
melintasi benteng batu yang mengelilingi desa.
Bagi seorang pemuda, kemampuan lompat batu adalah kebanggaan tersendiri.
Selain karena harus latihan terus menerus sejak kecil, kemampuan lompat
batu juga dimaknai bahwa sang pemuda sudah matang dan dapat membela
kampungnya.
Desa Bawomataluo terletak sekitar 15 kilometer dari Teluk Dalam, ibu
kota Kabupaten Nias Selatan. Teluk Dalam sendiri berjarak sekitar 120 km
dari kota Gunung Sitoli, dimana terdapat Bandar Udara Binaka. Waktu
tempuh antara Gunung Sitoli dengan Teluk Dalam sekitar 2 – 3 jam.
Gunung Sitoli dapat dicapai melalui udara menggunakan Wings Air atau Merpati. Jarak tempuh dari Polonia Medan sekitar 50 menitan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar